Senin, 16 Januari 2012

Selasa, 26 April 2011 , 09:27:00
  JAKARTA— Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) di masa kepemimpinan Dr Sinyo Harry Sarundajang, tak henti-hentinya mengukir prestasi nasional. Tahun ini Sulut kembali menjadi yang terbaik di antara 33 provinsi di Indonesia dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Gubernur Sulut SH Sarundajang pun, Senin (25/4) kemarin, menjadi bintang pada acara peringatan ulang tahun ke-15 Otonomi Daerah (Otda) yang digelar di halaman Balaikota Bogor. Pemimpin kebanggaan masyarakat Sulut itu, menerima sertifikat penghargaan peraih Peringkat Pertama Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah terhadap Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah tahun 2009.
Penetapan peringkat ini dilakukan setelah Tim Terpadu Kementerian Dalam Negeri RI, melakukan penilaian Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) tahun 2009 dimana terdapat 173 indikator penilaian. Pemprov Sulut berhasil meraih nilai 2,9701 lebih tinggi dari 33 provinsi lainnya. Urutan kedua Pemprov Sulawesi Selatan yang mendapatkan penilaian 2,9605 disusul Pemprov Jawa Tengah 2,8960.  Keputusan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 120-276 Tahun 2010.
Wakil Presiden DR Boediono yang hadir dalam acara tersebut memberikan pujian atas prestasi yang diraih Bumi Nyiur Melambai itu. “Kami memberikan apresiasi yang tinggi bagi Gubernur Sulut, Sulteng, dan Jateng. Ini adalah pengakuan dari kinerja selama ini dalam melayani masyarakat,” tutur Boediono.
Lanjut Wapres, desentralisasi dan otonomi daerah yang telah berjalan kurang lebih 10 tahun adalah jalan yang harus ditempuh dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Dalam 11 sampai 12 tahun didapati kemajuan di berbagai daerah tetapi juga masih ada daerah yang masih perlu terus dipacu peningkatannya. Oleh karena itu Wapres sangat bangga dengan capaian provinsi yang menunjukkan kinerja terbaik seperti yang dilakukan Sulawesi Utara.
Wapres juga menyoroti para kepala daerah untuk memperbaiki pengelolaan keuangan. Menurut Boediono, pengelolaan keuangan menjadi salah satu hal yang paling fundamental dalam membentuk goodgovernment. "Pengelolaan keuangan di daerah sangat mutlak harus dijaga setertib mungkin. Itu landasan bagi apa pun, termasuk pelayanan publik yang bermuara bagi masyarakat," ujar Boediono.
Karena itu, mantan Gubernur Bank Indonesia itu mengharapkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diikuti dan ditindaklanjuti oleh semua pemerintah daerah. Hal itu dilakukan agar laporan keuangan setiap pemerintah daerah mendapat predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK. Boediono juga berharap agar BPK bisa memberikan asistensi ataupun saran perbaikan dalam hal pengelolaan keuangan.
Pada kesempatan itu Ia juga mengaku sangat senang dan bangga dengan penghargaan yang dibagikan tersebut. Penilaian yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri dirasa sudah komprehensif. "Sedikitnya terdapat 173 indikator penilaian, mulai dari lingkungan hidup, tata ruang, catatan sipil, dan ketahanan pangan. Penilaian juga dilakukan oleh tim penilai yang obyektif. Inilah kunci kredibilitas dari penilaian itu," katanya.
Ke depan, Boediono merasa optimistis terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Dengan inovasi di sejumlah daerah, Boediono mengharapkan kepala daerah lainnya juga termotivasi untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan melakukan pengelolaan keuangan yang baik seperti yang dilakukan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara.
Pada akhir sambutannya Wapres meminta Mendagri untuk melakukan koordinasi dengan Menteri Keuangan untuk memikirkan pemberian insentif khusus bagi Provinsi Sulawesi Utara dan daerah lainnya yang mendapatkan peringkat terbaik Evaluasi Kinerja Pemerintahan Daerah ini.
Mendagri Gamawan Fauzi sendiri mengungkapkan, pemberian penghargaan tersebut didasarkan pada PP Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. “Dilakukan evaluasi pada kinerja pemerintah daerah. Nantinya dari evaluasi itu akan ada informasi yang lengkap yang bisa menggambarkan kinerja pemerintah,” beber Gamawan.
Menurutnya, hasil tersebut bisa menjadi acuan dalam perkembangan daerah ke depan. “Peningkatan kapasitas Pemda menjadi penting dilakukan untuk mewujudkan komitmen pelayanan pada masyarakat,” lanjutnya.
Ditambahkan Fauzi, pemerintah memberi apresiasi pada daerah otonom yang menunjukkan perkembangan signifikan. “Antara daerah harus bertukar pengalaman. Yang tak kalah penting adalah kecermatan Pemda dalam menggali dan mengembangkan potensi setempat untuk menumbuhkan daya saing daerah,” tandasnya.
Pembacaan pengumuman daerah peraih nilai tertinggi sendiri dibacakan oleh Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri RI Djohermansyah Djohan. Sementara penyerahan sertifikat penghargaannya dilakukan  langsung oleh Wapres Boediono pada Gubernur Sulut Dr SH Sarundajang yang meraih peringkat pertama, disusul kepada Gubernur Sulsel dan Gubernur Jateng serta 10 besar kabupaten/kota yang meraih penghargaan yang sama.
Usai acara, Kemendagri menggelar konferensi pers dengan menghadirkan 3 gubernur peraih status tinggi yakni Gubernur Sulut, Sulsel, dan Jateng serta 10 bupati dan wali kota yang meraih penghargaan, didampingi Kapuspen Mendagri Reydonnyzar dan Dirjen Otda Djohermansyah Djohan.
Dalam konferensi pers itu, Sarundajang terlihat mendominasi pembicaraan.  Ia diminta lebih banyak memberikan resep karena daerahnya yang terbaik di Indonesia. SHS pun membagikan ilmu dan kepinterannya sehingga bisa membuat daerahnya langganan mendapat penghargaan terbaik tingkat nasional.
Kuncinya menurut SHS, pihaknya selalu berusaha mengikutsertakan rakyat dalam pemerintahan.  Dalam hal peran serta masyarakat, pembinaan dilakukan dengan tetap mengembangkan demokrasi di daerah. "Mengembangkan demokrasi di daerah adalah di mana masyarakat bisa turut serta dalam pemerintahan di daerah," ucapnya.
Selain itu menjalankan pemerintahan sesuai norma dan yang utama pula, dinilai sejauh mana usaha memberantas korupsi keuangan dengan melakukan transparansi keuangan dan menerapkan akuntansi keuangan daerah yang sesuai dengan aturan. “Ada tiga cara kami menjalankannya. Yakni, gubernur adalah koordinator yang menjadi wakil pemerintah pusat di daerah, gubernur adalah fasilitator, dan gubernur punya kewenangan menyelesaikan setiap permasalahan yang terjadi antar kabupaten dan kota,” tutur Sarundajang.
Namun SHS menjelaskan sedikit kendala,  yakni bagaimana merangkul bupati/awali kota agar sejalan dengan programnya.  Di satu sisi gubernur dipilih oleh rakyat sebagaimana juga dengan bupati/wali kota. Namun di sisi lain, gubernur adalah wakil pemerintah pusat di daerah.  "Kita mau menjabarkan sekarang ini bagaimana pola pembinaan terhadap para bupati dan wali kota. Karena para bupati kan juga cenderung pakai alasan dipilih rakyat," ujar Sarundajang dalam jumpa pers di Balai Kota Bogor.
Tetapi bagi mantan pejabat eselon I Departemen Dalam Negeri ini, itu bisa diatasinya. Yakni dengan menegakan peraturan yang berlaku.
Ia mencontohkan, Pemprov Sulut selalu berusaha agar Perda APBD bisa diketok tepat waktu. Selain itu, laporan keuangan Pemprov Sulut harus benar-benar tidak cacat. "Kami mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK," ucapnya.
Kiprah Sarundajang itu pun diakui Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Djohermansyah Djohan. Menurutnya, Tim dari pusat yang melakukan evaluasi bertindak objektif dalam menyusun peringkat. Djohermansyah menyebut dari 173 indikator penilaian, akuntabilitas dan transparansi keuangan merupakan hal krusial. "Jadi kami obyektif saja. Laporan keuangan Sulut itu bagus, buktinya juga menerima insentif Rp 32 miliar dari kementrian keuangan. Opini BPK juga WTP dan itu satu-satunya provinsi. IPM (Indeks Pembangunan Manusia) di Sulut juga baik," pujinya.
Lanjut Djohan, penilaian penghargaan dilakukan sejak Maret 2010 hingga Maret 2011, dengan salah satu objek penilaian adalah APBD 2009. Penilaian dilakukan secara paralel di 33 provinsi di Indonesia. “Satu tahun lamanya proses, dari awal masuknya laporan kemudian dimasukkan data diolah kemudian ada proses peninjauan lapangan dari tim nasional yang tidak diketahui oleh pemerintah daerah. Kita diam-diam saja,” jelasnya.
Dibeberkannya, ada beberapa poin yang membuat Sulut unggul dari provinsi lain. “Pengelolaan keuangan yang bagus hingga mendapatkan WTP, daerah yang bagus, pelayanan publik yang baik, peningkatan daya saing, investasi yang sudah menonjol, usaha-usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat, bahkan 3 tahun berturut menjadi daerah yang menyelesaikan APBD tepat waktu,” papar Simanjuntak.
Selain poin-poin tersebut, tim juga menilai mengenai transparansi keuangan dan ketaatan pada aturan keuangan serta akuntabilitas. “Ada daerah yang laporan penyelenggaraan pemerintahan daerahnya bolong-bolong. Ini salah satu indikator yang mengurangi penilaian. Kalau Sulut mendapatkan nilai tertinggi, artinya Sulut menyelesaikan laporan tersebut dengan baik,” tambah Reydonnyzar.
Pemberian Penghargaan Satya Lencana Karya Bakti Praja Nugraha kepada peraih peringkat 1, 2 dan 3 ini, nanti akan dilakukan pada peringatan HUT ke-17 Proklamasi Kemerdekaan RI Agustus 2011. Jika ada provinsi yang dapat mempertahankan prestasi 3 tahun berturut, akan mendapatkan penghargaan Parasamya Purna Karya Nugraha.
Selain tingkat provinsi, ada juga untuk penilaian tingkat kabupaten yang masuk 3 besar peraih penghargaan yang sama. Yakni Kabupaten Jombang, Bojonegoro, dan Trajet. Sedangkan untuk kota di antaranya Surakarta, Semarang, dan Banjar.
Kemarin pula diumumkan penetapan peringkat penyelenggaraan pemerintahan daerah otonom hasil pemekaran tahun 1999 hingga 2009. Untuk daerah otonom di Sulut, jangankan  tiga besar, 10 besar saja tidak ada yang masuk. Paling bagus hanya di peringkat 18 yang didapat Kabupaten Minahasa Tenggara, dengan total nilai 50,43. Peringkat pertamanya yang Kabupaten Dharmas Raya Provinsi Sumbar.
Minahasa Selatan di peringkat 20 dengan poin 50,14, Minahasa Utara ada di posisi 63 poin 40,05, Kepulauan Sitaro di posisi 71 dengan poin 38,96, Kepulauan Talaud peringkat 124 poin 27,50, Bolmong Utara peringkat 131 poin 24,72, Bolmong Selatan peringkat 139 poin 21,85, dan Bolmong Timur di posisi 145 dengan poin 18,95. Sementara untuk kota, juga tidak ada yang bisa mengikuti prestasi Pemprov Sulut.  Kota Tomohon hanya mampu berada di peringkat 10 dari 34 dengan poin 53,64, dan Kota Kotamobagu di posisi 21 dengan poin 40,57. Indikator yang dijadikan penilaian terdiri atas kesejahteraan masyarakat, good governance, pelayanan publik, dan daya saing. (gel/myw

Tidak ada komentar:

Posting Komentar